Wednesday, August 28, 2013

Diskusi Buku: Burung-burung di Bundaran HI – Sindunata

oleh Bernadeta Niken Kartika Dewi


Dihadiri sepuluh orang anggota Agenda 18, diskusi buku berjalan baik dan aktif. Setiap orang mendapat kesempatan untuk sharing kesan dan hal-hal yang bisa diambil dari buku kumpulan feature Sindhunata, Burung-burung di Bundaran HI.

Tulisan-tulisan Sindhunata dalam buku yang terbit tahun 2006 itu, masih bisa dinikmati pada masa sekarang ini karena beberapa hal. Salah satunya adalah tema yang menarik dan penting yaitu humanisme, hubungan manusia dengan Tuhannya, manusia dengan sesamanya, dan manusia dengan lingkungannya. Semua sepakat bahwa tulisannya tetap abadi karena disajikan lewat cerita dan dengan kedalaman. Dari tulisannya, dapat dilihat kegigihannya mencari data, mewawancari narasumber sehingga mampu menghasilkan kedalaman reportase. Selain itu, tulisannya juga relektif, hasil dari perenungannya dan mampu mengajak pembaca merenung atau berpikir kembali hal-hal yang terjadi yang kadang terlewatkan.

Sebuah tulisan tak lepas dari pribadi atau karakter penulisnya. Demikian juga Sindhunata yang seorang rohaniwan. Melalui tulisannya pembaca bisa membaca ia memiliki pribadi yang reflektif dan mendalam. Ditambah dengan kemewahan waktu, ia bebas bereksplorasi dengan bahan baku menulisnya.

Dalam teknik menulis yang diperhatikan adalah bahan baku, cara menulis dan arsitektur. Sindhunata kuat dan istimewa dalam bahan baku melainkan dari sisi cara menulis dan arsitektur adalah biasa atau tidak istimewa. Bahkan, tulisannya mengingkari kaidah jurnalistik. Sindhunata memasukkan opini dan nilai dalam tulisannya, yang dalam kaidah jurnalistik hal tersebut tidak boleh dilakukan. Kemudian muncul istilah jurnalisme interpretasi. Sebuah reportase jurnalistik yang ditulis dengan interpretasi penulis. Dengan fakta-fakta yang ada, penulis memilih angle, memasukkan opini dan nilai ke dalam tulisan. Tulisan tersebut bukan lagi sebuah jurnalistik murni.

Pada masa sekarang yang serba cepat, berbagai reportase dituliskan dengan singkat tanpa kedalaman. Bahkan penulis malas melakukan pencarian data dan wawancara. Akhirnya reportase singkat tanpa kedalaman menjadi tren masa kini. Yang penting ada berita. Pembaca pun sebagian besar tidak punya waktu membaca terlalu panjang dan lama. Dan tulisan semacam tulisan Sindhunata tak punya tempat meski mungkin beberapa orang mampu menikmatinya. Inilah tantangan penulis jaman sekarang: menulis dengan kedalaman tanpa bertele-tele.

Dari tulisan-tulisan Sindhunata yang bisa dipelajari adalah apa pun di sekitar kita bisa dijadikan bahan baku menulis dan tidak ada alasan lagi mau menulis apa. Narasumber ada, demikian juga peluang untuk mewawancari. Menulis seperti Sindhunata adalah hak semua orang. Maka, mari menulis!

0 komentar:

Copyright © agenda 18 All Right Reserved