Wednesday, June 18, 2008

Jangan Kekang Hatimu

Buah pikiran, dapat menyublim menjadi serangkai tutur kata, atau tenunan karya. Sebaliknya, saat buah pikiran itu tidak diutarakan, ia akan menguap bagai gas dari buangan biang es. Lalu si biang ini akan terus jadi pikiran tak terkendali, namanya juga biangnya, tapi bagaimanapun juga bentuknya yang seperti batu, akan tetap menjadi kerikil saat berpikir.

Saat rindu itu hadir dan terjebak dalam dimensi jiwa, setipis apapun nyawa ia tidak akan melepaskan kerinduan. Kerinduan itu jika hanya disimpan dalam sel-sel kulit mati, ia selamanya cuma akan jadi ampas, dan bukan inti. Karena inti itu adalah energi, dan ketika energi itu tidak dipakai listrik akan padam. Tak ada listrik, hidup ini punya serasa gelap. Apalagi di kala malam gelap kelam.

Jikalau rindu itu pun menggebu, tapi tanpa ventilasi yang bisa mengeluarkan debunya, ia akan menyakitkan. Ia akan terus berdenyut-denyut bagai migrain, menyeringai bagai gatal, sungguh, nyeri total. Ketika ia didiamkan terus, sifat rindu yang pendendam itu datang. Mencoreng moreng keindahan, mendera kenangan, hanya tinggal kebencian, karena ia tidak dibiarkan keluar! Suatu saat ia akan meletus tanpa ampun. Awalnya api akhirnya lahar. Sama sekali tidak bisa diajak berkelakar.

Saat rasa sayang itu terang dan hinggap di isi kutang, ia akan teriak-teriak seperti pesakitan. Ia memekakan telingamu hingga kau pengang, dan mendekam nafasmu hingga kau asma. Saat rasa sayang timbul, dan kau memaksanya untuk tenggelam. Ia akan jadi cahaya yang berubah jadi petir. Sejenak, menyambar-nyambar, ngeri.
Jika kau sayang, tapi kau tidak membiarkan rasa itu berperang, kau sudah mati sebelum berlawanan. Ia akan mendengus-dengus dalam sangkar yang kau karya, lalu perlahan hancur karena tidak tersalur. Lama kelamaan terurai, dan makin sakitlah serpihan-serpihan sayang itu. Karena sejak jadi atom, kini ia bisa menjangkiti setiap inci dari semua kutu yang ada di badanmu. Ia bahkan jadi lebih ganas, akhirnya kau pun tergila-gila. Ataupun gila.

Tapi semuanya itu cuma rekayasa kalau dibandingkan dengan, keinginan. Ia adalah si mahanyata. Mahadaya, dan mahaada. Jika kau mencoba meniadakan keinginan yang ada, serta mengada-ngada keinginan yang tiada, kau akan terima ganjaran terkuat yang pernah terasa. Saat keinginan itu datang, tapi kau tidak mengusahakannya, malah mengkhianatinya, memecatnya, mencabulinya, ia akan sangat-sangat berbahaya.
Ia hanya akan diam, tapi diam itulah sebenarnya media penyebaran virus. Virus kehilangan arah, keputusasaan, redupnya gairah. Sesaat kau tampak seperti manusia, tapi sebenarnya kau sudah mati. Sebentar kau akan bicara seperti kau mencintai diri, tapi sebenarnya kau sudah bunuh diri. Kau akan terlihat seperti mayat hidup. Zombie.

Kalanya keinginan itu mengambil tempat dan waktu, kau pun akan terhisap jika kau tidak berusaha memberontak. Kau harus keluarkan keinginan itu dari kepalamu, utarakan pendapatmu, sampaikan maksudmu. Jika keinginan itu hancur lebur di dalam dirimu, maka kau tak lain memasang detonator untuk organ-organ dalammu. Sebaliknya, jika keinginan itu kau lempar jauh-jauh keluar, walaupun kadang sering tak kena sasaran—setidaknya kau sudah membuangnya dari sistem. Sungguh, jangan kekang hatimu, pikirmu, keinginanmu. Tidak akan membuat hidupmu lebih mudah, tidak akan selesai mengerjakan satu masalah pun.

2 komentar:

BertoTukan said...

kalo gw bilang sie, tulisan Xta ini bukan cerpen. ini kayaknya sie artikel lepas atau esei (dalam bahasa seno, sekadar umbaran). tapi, yah pengkatagorian sebenarnya bebas sie.

imansoe said...

hebat juga tulisannya..
ga nyangka

Copyright © agenda 18 All Right Reserved