Bincang-bincang Pulang Agenda 18
oleh Gloria Fransiska
Judul Buku: Pulang
Penulis : Leila S. Chudori
Tebal : 464 halaman
Cetakan : Pertama, Desember 2012
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Acara dimulai
dengan mendiskusikan beberapa hal selain masalah penulisan novel Leila S.
Chudori, tetapi dengan mendiskusikan beberapa karya lain, serta menyiapkan
diskusi berupa snack sebelum akhirnya diskusi benar-benar dimulai.
Novel Leila S.
Chudori yang berjudul Pulang berlatar belakang nasib keluarga para tapol
G30S. Novel ini mengisahkan tentang Hananto, Dimas, yang terdampar ke Prancis akibat pergolakan politik pada masa itu.
Jenni berpendapat
bahwa novel karya Leila ini sangat mempesona dari cara penulisannya yang membuat pembaca dapat melihat sebuah masalah dari berbagai sudut pandang. Hal ini mengingat
novel Pulang tidak tersentralisasi pada satu tokoh melainkan pada banyak tokoh.
Hal ini masih ditambah dengan kemampuan riset Leila yang sangat bagus dalam
menyusun karya berlatar belakang sejarah tersebut.
Senada dengan
Jenni, Sari mengungkapkan kekagumannya pada kemampuan Leila yang bisa mengemas
beberapa adegan yang sulit diceritakan (porno atau sejenisnya) menjadi lebih
manusiawi. Sari juga menyatakan kemampuan Leila dalam menulis banyak latar
belakang tidak lantas membuat orang kebingungan tetapi bisa terhanyut dan
merasakan posisi tokoh masing-masing.
Tita berpendapat
bahwa kekuatan riset yang dimiliki Leila di dalam PULANG menandakan
kepiawaiannya dalam menyusun rentang waktu latar belakang kisah. Hal ini
dianggap sebagai sebuah keistimewaan gaya Leila mengingat tidak banyak penulis yang mau
melakukan riset untuk menjahit latar belakang karyanya agar lebih logis dan
ciamik. Banyak kecenderungan yang dilakukan oleh penulis masa kini yang gagal
melakukan apa yang dilakukan Leila tersebut akibat terlalu memaksakan diri
untuk berusaha "menyambung-nyambungkannya" saja.
Mengenai
kemampuan menyambung-nyambungkan kisah, Wiwiek berusaha memulai diskusi dengan
mencoba membandingkan karya Leila dengan novel terbaru Ayu Utami berjudul Maya.
Dalam kesimpulan Wiwiek, Leila masih memiliki cara yang lebih bagus dalam
mengaitkan banyak kisah, sudut pandang, dan waktu, dibandingkan Ayu Utami,
meskipun keduanya sama-sama eks-jurnalis. Namun, bisa jadi kemampuan riset yang
dimiliki Leila adalah berkat ketekunannya selama menjadi wartawan TEMPO. Wiwiek
berpendapat seharusnya karya Leila bisa menjadi acuan dalam menulis novel
berlatar sejarah, sebab sejarah bangsa dimulai dari sejarah keluarga. Leila
terbilang berhasil dalam menuliskan Pulang. Karya ini menyusul dari karya Leila
sebelumnya yakni 9 dari Nadira dan Malam Terakhir.
Meskipun demikian, karya yang dianggap peserta cukup layak disebut maestro ini tak lepas dari
kecacatan. Jenni berujar, salah seorang rohaniwan Katolik, Rm. Ismartono, SJ pernah menyatakan ada satu kecacatan yang mungkin tak disadari beberapa pembaca
Leila. Dalam karya Pulang, Leila menggambarkan tokoh-tokoh PKI sangat liberal
dalam hubungan percintaan. Padahal menurut Romo Is, zaman dahulu, lelaki PKI
atau "kiri" tidak se-liberal yang dibingkai oleh Leila.
Dari berbagai kisah dalam Pulang kami dapat menangkap bahwa selalu ada keharusan dalam meriset, dan peka terhadap sejarah masa lampau mengingat apa yang ada di masa depan di tentukan oleh masa kini, dan masa kini adalah akibat dari masa lampau. Akhirnya, menurut kami, Pulang memang pantas meraih Khatulistiwa Literary Award 2013.
Dari berbagai kisah dalam Pulang kami dapat menangkap bahwa selalu ada keharusan dalam meriset, dan peka terhadap sejarah masa lampau mengingat apa yang ada di masa depan di tentukan oleh masa kini, dan masa kini adalah akibat dari masa lampau. Akhirnya, menurut kami, Pulang memang pantas meraih Khatulistiwa Literary Award 2013.
0 komentar:
Post a Comment