Saturday, April 16, 2016

Mencoba Refleksi Dengan Berbasa-Basi

Oleh
Gloria Fransisca Katharina



Info Buku
ISBN                          : 979-497-321-1
Jenis Cover               : Softcover
Jenis Kertas              : HVS
Jumlah Halaman       : 211 halaman
Tahun Terbit              : 1997
Penerbit                    : Kanisius
Penulis                      : Anthony De Mello SJ

Buku ini berjudul One Minute Nonsense (Berbasa-basi Sejenak) jilid II. Buku ini memiliki pendahulu One Minute Nonsense (Berbasa-basi Sejenak) jilid I. Pada dasarnya, buku ini bukanlah sebuah buku yang mudah diresensi. Apa alasannya?

Buku ini menyajikan sebuah refleksi dalam setiap lembarannya. Buku ini meminta pembaca untuk bisa menafsirkannya. Dengan kata lain, sang penulis ingin mengajak pembaca masuk dalam sekat-sekat dirinya yang selama ini terabaikan dalam aktivitas sehari-hari. Sebuah ruang lingkup kehidupan dimana aktivitas di dalamnya terasa biasa-biasa saja, tanpa dilihat makna terselubung di baliknya.

Tidak ada tautan kronologis yang tentang tokoh dalam buku ini. Buku ini di setiap halamannya berisikan cerita perumpamaan yang berbeda untuk pembaca. Setiap cerita singkat tersebut memberikan sebuah makna yang unik dan berbeda kepada pembaca. Sebuah makna yang sebelumnya sering terabaikan.

Sang Guru, adalah tokoh sentral dalam buku ini. Sang Guru ini bukan satu pribadi. Dia bisa saja seorang guru Hindu, pertapa Zen, guru Tao, rabi Yahudi, atau bahkan seorang rahib Kristen.

Ajaran Sang Guru sudah ada sejak abad ke-7 sebelum masehi hingga abad ke-20 masehi. Kebijaksanaannya berakar pada budaya Barat dan sekaligus budaya Timur. Sesuai dengan judulnya ‘sejenak’ buku ini mengajak pembaca meluangkan waktu satu-dua menit untuk membaca setiap cerita, dalam setiap halaman.

Ketika membaca ada banyak hal yang tentu dirasakan (jika anda sungguh membacanya), cerita-cerita Sang Guru ada yang menggelitik batin, atau ada juga yang membingungkan, atau parahnya menjengkelkan dan menyudutkan pembaca. Buku ini seperti mengajarkan pembaca untuk berkaca dengan kehidupan lewat hal-hal kecil.

Saat membaca kisah-kisah mini dalam buku ini, anda seolah akan dibawa kepada keheningan yang selama ini mungkin anda abaikan. Keheningan yang tajam dan tak pernah disadari sebelumnya.

Buku ini memang memiliki tujuan mengajarkan sebuah kebijaksaan dalam bertindak. Dimana kebijaksanaan yang dimaksud adalah ‘diubah tanpa usaha untuk berubah sedikit pun, dan ditransformasikan – percaya atau tidak – hanya dengan menyadari kenyataan yang tidak berupa kata-kata saja.

Buku ini memberikan pesan, anda akan tahu mengapa bahasa yang paling indah adalah bahasa yang tak terucapkan, mengapa perubahan yang paling baik adalah perubahan yang tidak disadari.

Berikut lampiran beberapa cerita yang bagus untuk dibagikan;



Memberi Perintah

Kata Sang Gubernur, ‘Apakah Guru dapat memberikan nasihat berkaitan dengan tugas saya?”

“Ya. Belajarlah memberi perintah.”

“Bagaimana?”

“Sedemikian rupa sehingga orang yang menerima perintah tidak merasa lebih rendah,” kata Sang Guru.



Ke Mana

Sang Guru ditanyai pendapatnya mengenai hasil-hasil  teknologi modern. Ia menjawab dengan sebuah cerita.

Seorang professor yang pikun terlambat memberi kuliah. Ia masuk ke dalam sebuah taksi dan berseru “Cepat! Ngebut!”

Di tengah-tengah aksi ngebut itu, sang professor tiba-tiba ingat bahwa ia belum memberi tahu sang sopir ke mana ia akan pergi. Ia bertanya kepada sopir, “Tahu ke mana tujuan saya?”

Kemudian dia menambahkan, “Melihat adalah hal yang paling mudah di dunia ini. Yang perlu kamu lakukan adalah menguatkan tirai-tirai pemikiran tentang Allah.”





Majalah Seks

Seseorang menceritakan kepada Sang Guru mengenai kecenderungan meningkatnya sirkulasi majalah seks.

“Sayang sekali,” komentar. “Mengenai Seks sebagai. Realitas, boleh dikatakan bahwa semakin banyak kita membacanya, semakin sedikitlah yang kita ketahui,”

Kemudian dia menambahkan, “Dan kita semakin kurang menikmatinya.”




Baik dan Buruk 1

Sang Guru tentu tidak asing dengan apa yang terjadi di dunia ini.

Suatu ketika ia diminta untuk menjelaskan salah satu pepatah kesukaannya; “Tidak ada baik atau buruk melainkan pikiran kitalah yang membuatnya begitu.”

Inilah yang kita katakan;

“Tidakkah kamu lihat bahwa apa yang dianggap sesak dalam kereta api dianggap meriah dalam diskotik?”




Penderitaan 2

“Benarkah penderitaan itu melatih seseorang.”

“Masalahnya bukan penderitaan, melainkan kecenderungan batin seseorang karena penderitaan dapat mempermanis atau memperpahit, persis seperti api di dalam tungku dapat menghanguskan lempung atau mengolahnya menjadi tembikar.”





Cara Pandang

“Sebagaimana engkau memandang, begitulah juga engkau bertindak. Yang perlu diubah bukan tindakanmu, melainkan pandanganmu.”

“Apa yang harus saya lakukan untuk mengubahnya?”




Kebencian

Ketika seseorang mengemukakan rasa bencinya terhadap para penindas negaranya/ Sang Guru menjawab, “Jangan pernah izinkan siapa pun menyeret dirimu begitu jauh ke dalam lembah kesedihan sehingga membuat dirimu membenci mereka.”




Yang Terbaik dan Terburuk

Seseorang bertanya mengapa Sang Guru tampaknya begitu hati-hati terhadap agama. Bukankah agama itu hal terbaik yang dimiliki oleh manusia?

Jawaban Sang Guru sulit dimengerti; “Yang terbaik dan terburuk, itulah yang kau dapatkan dari agama.”

“Mengapa terburuk?”

“Karena kebanyakkan orang menganut agama cukup untuk membenci tetapi tidak cukup untuk mencintai.”




Mencintai Tindakan

Sang Guru ditanya, “Bagaimana Allah dapat ditemukan dalam tindakan?”

Ia menjawab, “Dengan mencintai tindakan sepenuh hati, tanpa mempedulikan buah yang dihasilkannya.”

Pernyataan itu ternyata sulit dicerna para murid. Lalu Sang Guru bercerita tentang seseorang yang membeli lukisan senilai satu juta dolar dan kemudian memigurai cek rusak yang semula hendak dipakai untuk membayarnya.

“Yang sesungguhnya dia cintai bukan Seni, melainkan Status,” kata Sang Guru.



Melaksanakan Tugas

Sang Guru mengirim protes keras kepala Gubernur sehubungan dengan penanganan brutal terhadap demonstrasi antirasial.

Gubernur membalas surat itu dengan mengatakan bahwa dirinya hanya melaksanakan tugas.

Kata Sang Guru, “Setiap kali orang bodoh melakukan sesuatu yang memalukan. Ia menyatakan bahwa itu adalah tugasnya.”




Mengajar Kebahagiaan

“Kebahagiaan adalah seekor kupu-kupu,” kata Sang Guru.

“Kejarlah maka akan lari darimu. Duduklah dengan tenang maka dia akan hingga di pundakmu.”

“Jadi, apa yang perlu saya lakukan untuk mendapatkan kebahagiaan?’

“Berhenti mengejarnya.”

“Tetapi tidak adakah sesuatu yang dapat saya lakukan?”

“Kamu boleh mencoba untuk duduk dengan tenang… Jika berani!”



Tanggapan
Tulisan Anthony De Mello SJ memang bukanlah sebuah kisah layaknya buku pada umumnya. Tulisan Anthony ini seringkali membuat pembaca akan merasa bahagia, lega, tetapi di sisi lain semakin tersudutkan dengan beberapa sindiran manis yang dituliskannya.

Buku ini sesungguhnya buku yang menghabiskan waktu lebih banyak untuk direnungkan ketimbang dikritisi dan ditanggapi. Buku ini menyajikan sebuah solusi sekaligus perkara yang belum terselesaikan.

Dalam karya yang dimaksudkan untuk ‘berbasa-basi’ Anthony De Mello hendak mengajak pembaca dari berbagai latar belakang untuk mau melihat realitas dalam dirinya dari kacamata yang berbeda.


Akhir kata, tulisan ini tidak membutuhkan banyak penjelasan. Bagi pembaca, buku ini memberikan banyak renungan yang meminta evaluasi dalam berkehidupan. Tujuannya bukan kepada penafsiran semata tetapi perubahan dalam diri individu untuk merespon realitas.

0 komentar:

Copyright © agenda 18 All Right Reserved