Monday, May 2, 2016

Jangan Baca Buku Ini Jika Sedang Patah Hati

oleh Della Nadya



Judul Buku: Perempuan Patah Hati yang Kembali Menemukan Cinta Melalui Mimpi
Penulis: Eka Kurniawan
Editor: Ika Yuliana Kurniasih
Penerbit, Tahun terbit: Bentang, 2015
Jumlah halaman: 170 hlm
Jenis cover: Soft cover
ISBN : 978-602-291-072-5


Kumcer (kumpulan cerpen) hasil buah pemikiran Eka Kurniawan ini adalah kumcer pertama yang saya baca – tanpa memperhitungkan kumcer anak-anak maupun cerita daerah ya. Sebelumnya, saya hanya pernah beberapa kali mendengar kawan saya menyebut-nyebut nama penulis satu ini. Akhirnya saya pun memutuskan untuk menjadikan salah satu karyanya sebagai teman perjalanan saya selama pergi dan pulang dari kantor.


Buku ini terdiri dari 15 cerita pendek lepas – tidak saling berkaitan – namun, beberapa kali saya menemukan kemiripan dari kisah-kisah yang diceritakannya. Beberapa cerita mengambil latar belakang tempat di Amerika Serikat, lebih tepatnya Los Angeles, yang mungkin dikarenakan penulisnya memiliki pengalaman pribadi dengan kota LA, Amerika Serikat.
Dari kelimabelas cerita pendek Eka Kurniawan, bisa saya katakan hampir semua ceritanya berakhir dengan tragis atau menggantung. Untuk lebih menjelaskan, mungkin ada baiknya saya beri tanggapan singkat atas beberapa cerita yang berkesan bagi saya.

Gerimis yang Sederhana mengisahkan Mei dan Efendi yang akan “kopi darat” di suatu restoran cepat saji di Los Angeles. Saya suka bagaimana Eka mendeskripsikan kontradiksi antara kedua karakter dimana Mei memiliki trauma terhadap pengemis, sedangkan di sisi lain Efendi terus-terusan mendesak Mei untuk mencari pengemis yang ditemuinya di restoran. Ini adalah satu-satunya cerita yang menurut saya agak lucu karena dapat mengarahkan pembaca ke akhir yang membuat saya senyum-senyum sendiri (biarpun sedang berdesakan di dalam kereta).

Gincu Ini Merah, Sayang adalah salah satu yang paling berkesan karena menceritakan mengenai kesalahpahaman antara pasangan suami istri. Kisah ini terasa sangat nyata, bukan karena saya pernah mengalaminya sendiri, tetapi karena kejadian semacam ini (baca : kesalahpahaman) sering terjadi di kehidupan sehari-hari. Eka menceritakan tentang mantan pelacur yang menikahi salah seorang pelanggannya, namun pernikahan mereka selalu dipenuhi rasa curiga dan cemburu yang menimbulkan kesalahpahaman besar dan berakhir menyedihkan. Sesuai dengan cerita, manusia pada dasarnya memang tidak mampu menghalau pikiran negatif untuk muncul.

Perempuan Patah Hati yang Kembali Menemukan Cinta Melalui Mimpi adalah cerita mengenai wanita yang ditinggalkan oleh calon pengantinnya. Dalam kondisi patah hati ia bermimpi menemukan orang lain yang merupakan jodohnya. Ia pun memulai perjalanan demi mencari belahan jiwa yang ia temui di mimpi, namun hingga akhir cerita meskipun ia sudah sangat dekat namun takdir belum mau mempertemukan kedua sejoli itu dan membiarkan mereka merana dalam pencarian.

Penafsir Kebahagiaan dan La Cage aux Folles sama-sama menceritakan mengenai orang Indonesia yang diajak ke Amerika untuk dijadikan pelacur. Bedanya adalah, yang satu menggunakan tokoh wanita sedangkan cerita yang lain menggunakan tokoh pria homoseksual yang pada akhirnya berganti kelamin dan dioperasi plastik sehingga memiliki wajah salah satu bintang porno (menjadi wanita juga). Kedua cerita ini membuat saya berpikir, begitu banyak hal yang terjadi di luar zona nyaman yang tidak saya ketahui. Mungkin memang banyak wanita yang diajak ke luar negeri untuk menjadi pelacur, dan mereka menerimanya. Jika cerita itu benar merepresentasikan kehidupan sebenarnya, alangkah sedihnya bahwa di luar negeri wanita Indonesia justru dikenal sebagai pekerja seks.

Manusia tidak pernah puas. Pada dasarnya Membuat Senang Seekor Gajah menceritakan bahwa kita terkadang menginginkan hal yang tidak mungkin dipenuhi, selayaknya Gajak ingin masuk ke dalam kulkas untuk merasakan udara sejuk. Untuk mencapainya, kita terlalu asik menghalalkan segala cara hingga lupa apa yang benar dan yang salah seperti kedua anak kecil yang tanpa rasa bersalah telah membunuh sang gajah agar bisa dimasukkan (sebagian) ke dalam kulkas.

“Kurasa kita telah membunuh si Gajah”. Kata-katanya mengandung sejenis kesedihan.
“Benar juga,” kata si anak lelaki. “Tapi, paling tidak kita berhasil membuat sebagian tubuhnya masuk ke lemari pendingin. Itu pasti bikin si Gajah senang.”
“Ya, ia pasti senang. Paling tidak sebagian tubuhnya senang.”

Selain cerita yang saya sebutkan di atas masih ada beberapa cerita lainnya yang variatif. Beberapa cerita yang menurut saya menarik adalah:

  • cerita mengenai batu pendendam yang selalu dijadikan alat bantu dalam pembunuhan (Cerita Batu)
  • cerita mengenai wanita yang menemukan kepuasan seksual dari sensasi menahan kencing (Jangan Kencing di Sini)
  • bebek hijau yang tidak menghargai keunikan bulu yang telah berkali-kali menyelamatkannya dari berbagai bahaya (Kapten Bebek Hijau
  • cerita horror mengenai isian teka-teki silang yang menjadi kenyataan (Teka-Teki Silang).


Cerita sisanya – Tiga Kematian Marsilam, Setiap Anjing Boleh Berbahagia, Membakar Api, Pelajaran Memelihara Burung Beo, dan Pengantar Tidur Panjang – menurut saya kurang menarik dan ada juga yang, lebih tepatnya, sulit dipahami maksud ceritanya. Meski demikian, harus diakui bahwa Eka pandai mengemas kehidupan sehari-hari menjadi kisah-kisah yang readable dan dapat “dikonsumsi” oleh orang awam seperti saya.

Satu hal lagi yang saya pelajari, bahwa buku adalah pilihan yang tepat menjadi teman seperjuangan saat desak-desakan di kereta. Entah kenapa, saya merasa orang lain menjadi agak menjaga jarak dengan saya ketika saya sedang membaca (atau terkadang hanya pura-pura membaca) buku. Buat para pejuang kereta rel listrik lainnya, teknik membaca ini boleh dicoba juga loh.

Kembali ke buku, dari cerita-cerita di buku ini nampaknya Eka memang ahli dalam menciptakan akhir cerita yang tidak bahagia. Alih-alih menjadi senang, membaca buku ini justru membuat saya : berpikir, murung, dan sedih. Meski demikian, saya sebagai pembaca sangat menikmati kesedihan yang ditimbulkan sebagai “efek samping” dari buku ini. Oleh karena itu, mohon diingat bahwa buku ini sangat tidak saya sarankan bagi para calon pembaca yang sedang sedih, murung, stress, depresi, dan terutama jika sedang patah hati karena dapat menimbulkan “efek samping” yang berkelanjutan dan berbahaya.


0 komentar:

Copyright © agenda 18 All Right Reserved