Jangan Baca Buku Ini Jika Sedang Patah Hati
Penulis:
Eka Kurniawan
Editor:
Ika Yuliana Kurniasih
Penerbit, Tahun terbit: Bentang,
2015
Jumlah halaman: 170
hlm
Jenis cover:
Soft cover
ISBN :
978-602-291-072-5
Kumcer (kumpulan cerpen) hasil buah pemikiran Eka Kurniawan ini adalah
kumcer pertama yang saya baca – tanpa memperhitungkan kumcer anak-anak maupun
cerita daerah ya. Sebelumnya, saya hanya pernah beberapa kali mendengar kawan
saya menyebut-nyebut nama penulis satu ini. Akhirnya saya pun memutuskan untuk
menjadikan salah satu karyanya sebagai teman perjalanan saya selama pergi dan
pulang dari kantor.
Buku ini terdiri dari 15 cerita pendek lepas – tidak saling berkaitan –
namun, beberapa kali saya menemukan kemiripan dari kisah-kisah yang
diceritakannya. Beberapa cerita mengambil latar belakang tempat di Amerika
Serikat, lebih tepatnya Los Angeles, yang mungkin dikarenakan penulisnya memiliki
pengalaman pribadi dengan kota LA, Amerika Serikat.
Dari kelimabelas cerita pendek Eka Kurniawan, bisa saya katakan hampir
semua ceritanya berakhir dengan tragis atau menggantung. Untuk lebih
menjelaskan, mungkin ada baiknya saya beri tanggapan singkat atas beberapa
cerita yang berkesan bagi saya.
Gerimis yang Sederhana mengisahkan Mei dan Efendi yang akan “kopi darat” di suatu restoran
cepat saji di Los Angeles. Saya suka bagaimana Eka mendeskripsikan kontradiksi
antara kedua karakter dimana Mei memiliki trauma terhadap pengemis, sedangkan
di sisi lain Efendi terus-terusan mendesak Mei untuk mencari pengemis yang
ditemuinya di restoran. Ini adalah satu-satunya cerita yang menurut saya agak
lucu karena dapat mengarahkan pembaca ke akhir yang membuat saya senyum-senyum
sendiri (biarpun sedang berdesakan di dalam kereta).
Gincu Ini Merah, Sayang adalah salah satu yang paling berkesan karena menceritakan mengenai
kesalahpahaman antara pasangan suami istri. Kisah ini terasa sangat nyata, bukan
karena saya pernah mengalaminya sendiri, tetapi karena kejadian semacam ini (baca
: kesalahpahaman) sering terjadi di kehidupan sehari-hari. Eka menceritakan
tentang mantan pelacur yang menikahi salah seorang pelanggannya, namun
pernikahan mereka selalu dipenuhi rasa curiga dan cemburu yang menimbulkan
kesalahpahaman besar dan berakhir menyedihkan. Sesuai dengan cerita, manusia
pada dasarnya memang tidak mampu menghalau pikiran negatif untuk muncul.
Perempuan Patah Hati yang Kembali Menemukan Cinta Melalui Mimpi adalah cerita mengenai wanita yang ditinggalkan
oleh calon pengantinnya. Dalam kondisi patah hati ia bermimpi menemukan orang
lain yang merupakan jodohnya. Ia pun memulai perjalanan demi mencari belahan
jiwa yang ia temui di mimpi, namun hingga akhir cerita meskipun ia sudah sangat
dekat namun takdir belum mau mempertemukan kedua sejoli itu dan membiarkan
mereka merana dalam pencarian.
Penafsir Kebahagiaan dan La Cage aux Folles sama-sama menceritakan mengenai orang
Indonesia yang diajak ke Amerika untuk dijadikan pelacur. Bedanya adalah, yang
satu menggunakan tokoh wanita sedangkan cerita yang lain menggunakan tokoh pria
homoseksual yang pada akhirnya berganti kelamin dan dioperasi plastik sehingga
memiliki wajah salah satu bintang porno (menjadi wanita juga). Kedua cerita ini
membuat saya berpikir, begitu banyak hal yang terjadi di luar zona nyaman yang
tidak saya ketahui. Mungkin memang banyak wanita yang diajak ke luar negeri
untuk menjadi pelacur, dan mereka menerimanya. Jika cerita itu benar
merepresentasikan kehidupan sebenarnya, alangkah sedihnya bahwa di luar negeri
wanita Indonesia justru dikenal sebagai pekerja seks.
Manusia tidak pernah puas. Pada dasarnya Membuat Senang Seekor Gajah
menceritakan bahwa kita terkadang menginginkan hal yang tidak mungkin dipenuhi,
selayaknya Gajak ingin masuk ke dalam kulkas untuk merasakan udara sejuk. Untuk
mencapainya, kita terlalu asik menghalalkan segala cara hingga lupa apa yang
benar dan yang salah seperti kedua anak kecil yang tanpa rasa bersalah telah
membunuh sang gajah agar bisa dimasukkan (sebagian) ke dalam kulkas.
“Kurasa
kita telah membunuh si Gajah”. Kata-katanya mengandung sejenis kesedihan.
“Benar
juga,” kata si anak lelaki. “Tapi, paling tidak kita berhasil membuat sebagian
tubuhnya masuk ke lemari pendingin. Itu pasti bikin si Gajah senang.”
“Ya,
ia pasti senang. Paling tidak sebagian tubuhnya senang.”
Selain cerita yang saya sebutkan di atas masih ada beberapa cerita
lainnya yang variatif. Beberapa cerita yang menurut saya menarik adalah:
- cerita mengenai batu pendendam yang selalu dijadikan alat bantu dalam pembunuhan (Cerita Batu)
- cerita mengenai wanita yang menemukan kepuasan seksual dari sensasi menahan kencing (Jangan Kencing di Sini)
- bebek hijau yang tidak menghargai keunikan bulu yang telah berkali-kali menyelamatkannya dari berbagai bahaya (Kapten Bebek Hijau
- cerita horror mengenai isian teka-teki silang yang menjadi kenyataan (Teka-Teki Silang).
Cerita sisanya – Tiga Kematian Marsilam, Setiap Anjing Boleh Berbahagia, Membakar Api, Pelajaran Memelihara Burung Beo, dan Pengantar Tidur Panjang – menurut saya kurang menarik dan ada juga yang, lebih tepatnya, sulit dipahami maksud ceritanya. Meski demikian, harus diakui bahwa Eka pandai mengemas kehidupan sehari-hari menjadi kisah-kisah yang readable dan dapat “dikonsumsi” oleh orang awam seperti saya.
Satu hal lagi yang saya pelajari, bahwa buku adalah pilihan yang tepat
menjadi teman seperjuangan saat desak-desakan di kereta. Entah kenapa, saya
merasa orang lain menjadi agak menjaga jarak dengan saya ketika saya sedang
membaca (atau terkadang hanya pura-pura membaca) buku. Buat para pejuang kereta
rel listrik lainnya, teknik membaca ini boleh dicoba juga loh.
Kembali ke buku, dari cerita-cerita di buku ini nampaknya Eka memang
ahli dalam menciptakan akhir cerita yang tidak bahagia. Alih-alih menjadi
senang, membaca buku ini justru membuat saya : berpikir, murung, dan sedih. Meski
demikian, saya sebagai pembaca sangat menikmati kesedihan yang ditimbulkan
sebagai “efek samping” dari buku ini. Oleh karena itu, mohon diingat bahwa buku
ini sangat tidak saya sarankan bagi para
calon pembaca yang sedang sedih, murung, stress, depresi, dan terutama jika
sedang patah hati karena dapat menimbulkan “efek samping” yang
berkelanjutan dan berbahaya.
0 komentar:
Post a Comment