Belajar Filsafat Bersama Perempuan Bernama Arjuna
Oleh Gloria Fransisca Katharina Lawi
Judul Buku : Perempuan Bernama Arjuna 1
Editor : Remy
Silado
Penerbit, Tahun Terbit : Nuansa Cendekia, 2014
Jumlah Halaman : 273
Jenis Cover : Soft
Cover
ISBN :
978-602-8395-80-9
Pengantar
Remy Silado yang memiliki nama asli Yapi Tambayong
adalah seorang seniman tulen yang menghasilkan banyak karya susastra, film,
hingga lagu. Kali ini, Remy Silado menciptakan sebuah kisah dengan tokoh utama
seorang perempuan bernama Arjuna. Novel setebal 273 halaman ini lantas
mengajak siapapun pembaca seolah berada di dalam ruang kelas filsafat di
Amsterdam.
Isi Buku
Namanya Arjuna, seorang perempuan berusia 25 tahun
yang tengah mengambil kuliah master jurusan Filsafat di Amsterdam. Darahnya
Jawa (dari Ibu) dan Cina (dari ayah). Arjuna bersikeras bahwa dirinya sama
sekali tidak cantik. Arjuna juga bersikukuh memilih belajar filsafat ketimbang
belajar psikologi. Alasannya, karena Arjuna ingin memahami pikiran Tuhan
ketimbang pikiran manusia. Nama Arjuna adalah seorang ksatria Pandawa dalam
kisah Mahabarata yang memiliki paras
rupawan dan berhati lemah lembut.
"Saya Arjuna, Serius, ini nama perempuan, nama saya. Muasalnya, ini
kekeliruan kakek dari pihak ibu, orang Jawa asli Semarang, yang mengharapkan
saya lahir sebagai anak laki, dan untuk itu kepalang di usia 7 bulan dalam
rahim Ibu, dibuat upacara khusus dengan bubur merah putih bagi Arjuna disertai
baca-baca Weda Mantra, pusaka pustaka warisan Sunan Kalijaga dari masa awal
syiar Islam di tanah Jawa. Jadi apa boleh buat, nama Arjuna adalah anugrah yang
harus saya pakai sampai mati" (hlm 5)
Saya berekspektasi ketika membaca sinopsis di belakang
buku, saya akan membaca sebuah karya yang berbau feminis seperti karya-karya
yang ditulis Djenar Maesa Ayu, atau Ayu Utami. Ekspektasi saya memang tak salah
tetapi kurang tepat. Buku ini memang sepenuhnya adalah filsafat dalam fiksi.
Sangat berbeda dari Dunia Sophie yang juga membedah
filsafat dalam fiksi, kisah ini justru membawa pembaca mengalir dalam kelas
filsafat dimana Arjuna belajar. Pertama adalah kelas Filsafat Abad Pertengahan
hingga akhirnya Arjuna memutuskan pindah ke kelas Teologi Apologetik.
Di kelas inilah Arjuna mulai terlibat cinta lokasi
dengan dosen Teologi Apologetiknya, Professor Jean Claude Van Damme, seorang
pastor Jesuit asal Belgia berusia 62 tahun. Pemikiran Arjuna yang sangat
moderat dengan cita rasa khas orang Timur (Indonesia) Arjuna pun memuturkan
untuk menyerahkan hymen-nya kepada lelaki yang berselisih 37 tahun darinya dan masih
berstatus sebagai seorang pastor Katolik.
Hubungan kucing-kucingan antara dosen-mahasiswi ini
pun tercium publik karena kerap kali kepergok keluar dari kamar hotel bersama
setiap satu minggu sekali. Van Damme pun diasingkan selama beberapa saat,
menghilang. Akhir kisah ini cukup manis, karena Van Damme kembali dari
pengasingan dan memutuskan berhenti sebagai seorang Jesuit. Van Damme pun
menikahi Arjuna.
Tanggapan
Membahas soal penulisan kisah Arjuna, saya melihat Arjuna benar-benar perempuan dengan otak yang jenaka. Arjuna
seperti mengadopsi sebagian pemikiran-pemikiran eksentrik seorang Remy Silado
tanpa menanggalan ketokohannya sebagai perempuan. Hal ini nampak pada awal
cerita dimana Arjuna 'keukeuh' bahwa dia tidak
cantik.
"Saya tidak pernah merasa rendah diri atas keadaan tidak cantik
dalam takdir saya ini. Dengan bahasa sederhana, ditambah perilaku optimis, saya
ingin bilang, perempuan menjadi seratus persen wanita, semata-mata karena
perempuan memiliki yoni, kiasan ajaib yang biasa membuat lakilaki mata ke
ranjang. Itu rahasianya" (hlm.6)
Tulisan ini dibuat dengan sudut pandang pertama, dengan kata lain,
Arjuna adalah si pencerita, sehingga kata yang digunakan sebagai subjek tokoh
adalah aku. Itulah alasan mengapa pembaca akan dibawa berputar-putar dalam
pemikiran Arjuna yang abstrak, dan seolah-olah ikut masuk dalam kelas filsafat
dimana Arjuna belajar.
Karakter Arjuna sebagai perempuan yang gemar
berkelakar ini nampak dari sejumlah frasa lucu yang dibuat oleh Remy Silado,
alhasil, akan membuat pembaca sesekali tertawa kecil atau bahkan
terpingkal-pingkal dengan cara bertutur Arjuna. Ceplas ceplos. Tanpa keraguan
dan basa-basi. Tanpa tendensi yang menyudutkan, sebaliknya menyegarkan pembaca.
Novel ini mengulas sekitar 150 sosok filsuf, yang
dimulai dari filsuf Yunani kuno seperti
Aristoteles, Socrates, Plato, hingga
filsuf modern seperti Nietzche, Sartre,
Focault, beserta pemikiran-pemikirannya. Dalam ruang kelas Arjuna itu, pembaca
diajak melihat bagaimana kehidupan dan lahirnya metode pemikiran-pemikiran
filsafat dari para filsuf tersebut.
Selanjutnya, para peselancar filsafat bersama Arjuna
pun pindah ke ilmu yang lebih abstrak lagi. Mengapa? Karena Arjuna akhirnya memilih
mengambil jurusan Teologi Apologetika yang diajarkan oleh ‘jantung hati Arjuna’
yakni Prof Van Damme .
Van Damme mengkaji apologetik terhadap serangan para
filsuf antiteisme (karena Van Damme tak
mau menyebut ateisme teoritis) seperti Focoult, Derrida, Jean Paul Sartre, danNietzche. Namun setelah terendusnya hubungan Van Damme dengan Arjuna, pengajar pun
diganti dengan Prof. Craig Cox yang mulai mengkaji apologetik dari serangan
para filsuf agnokitisme alias agnostis, orang yang tidak punya gnosis, atau
pengetahuan tentang Allah antara lain; Auguste Comte, Herbert Spencer, Thomas Paine.
Menurut saya, Remy Sylado cukup sukses menghadirkan
dialog-dialog tersebut dengan kalimat-kalimat yang sederhana, kalimat pergaulan
sehari-hari dalam ruang kelas. Materi filsafat di novel ini menjadi lebih mudah
dimengerti dibanding membaca buku literatur filsafat. Bagi pembaca yang 'melek'
filsafat tentunya tidak sulit memahami novel ini, atau bahkan bisa
berargumentasi lebih ketika membacanya. Namun bagi mereka yang 'buta' filsafat meski
sudah disederhanakan oleh Remy, akan tetap berpotensi membuat pembaca
mengerutkan kening ketika membaca dialog-dialog filsafat antara Arjuna dengan
para dosen dan kawan-kawannya yang bertebaran dalam novel ini.
Oleh sebab itu, kekurangan buku ini mungkin saja,
karena terlalu banyak istilah filsafat bagi orang awam alhasil catatan kaki
untuk buku ini mencapai 70 halaman. Bagi pembaca yang tak banyak membaca
sejarah akan sering membalikkan halaman ke catatan kaki untuk menemukan
penjelasan. Meskipun demikian, cara pengemasan catatan kaki tentang para tokoh
filsafat memang ringkas dan jelas.
Buku ini masih memiliki edisi II dan III. Pada
dasarnya buku ini sangat elegan dan bagi pembaca perempuan akan memberikan
suntikan pemikiran yang logis dan relevan dalam menghadapi dunia dan kehidupan.
0 komentar:
Post a Comment